Baik Buruk Pendidikan Indonesia
Hallo my dear reader!!
Selamat datang di blog baru aku edisi Catatan Artikel, yeay! Kali ini Ana mau tulis artikel bertema pendidikan ini, bagaimana pandanganku tentang pendidikan di Indonesia saat ini. Alhamdulillah karenabaru belajar banget jadi sekalian mau berterimakasih buat beberapa sumber yang sudah jadi referensi artikel Ana kali ini. Semoga next bisa post artikel dengan tema lain ya. Silakan dinikmati dan bisa tinggalkan komen dalambentuk apapun sebagai buah pikiran kalian setelah kalian baca postingan ini. Semoga bermanfaat!
Selamat datang di blog baru aku edisi Catatan Artikel, yeay! Kali ini Ana mau tulis artikel bertema pendidikan ini, bagaimana pandanganku tentang pendidikan di Indonesia saat ini. Alhamdulillah karenabaru belajar banget jadi sekalian mau berterimakasih buat beberapa sumber yang sudah jadi referensi artikel Ana kali ini. Semoga next bisa post artikel dengan tema lain ya. Silakan dinikmati dan bisa tinggalkan komen dalambentuk apapun sebagai buah pikiran kalian setelah kalian baca postingan ini. Semoga bermanfaat!
Sebagai negara
berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan penduduk yang meningkat kian pesat
per tahunnya. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN), pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49 % per tahun, berdasarkan riset dari tahun 1990 –
2016. Dengan prosentase pertumbuhan penduduk sebesar itu, populasi penduduk
Indonesia tercatat sebanyak ±
262.000.000 jiwa pada Juli 2017.
Dengan jumlah
yang fantastik tersebut, 37% atau sebanyak ± 96.940.000 penduduk Indonesia adalah anak – anak usia sekolah.
Agaknya Indonesia bisa sedikit bernafas lega karena memiliki banyak tunas –
tunas muda sebagai penerus bangsa yang diharapkan mampu membawa nama baik
Indonesia di kancah Internasional.
Terbukti di tahun 2017 dan tahun –tahun
sebelumnya nama Indonesia berhasil menduduki peringkat pertama dalam berbagai
ajang bergengsi tingkat internasional. Pada bulan Februari 2017 mahasiswa
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, Wikan Karis Basutama berhasil menorehkan nama
Indonesia sebagai jawara dalam ajang Tax Challange yang diselenggarakan
di Singapura. Dua tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2015, Joandy Leonata
Pratama, siswa SMA 1 Sutomo, Medan, Sumatera Utara juga berhasil meraih medali
emas dengan nilai tertinggi dalam International Olympiad on Astronomy and
Astrophysics. Tidak hanya dalam bidang akademik. Indonesia ternyata memiliki anak – anak muda berbakat di bidang
non akademik. Sebutlah Joey Alexander yang memperoleh dua nominasi dalam Grammy Award untuk dua kategori
meliputi Best Instrumental
Jazz Album, dan Best Jazz Solo Improvisation. Dalam bidang olahraga pun Indonesia tak segan untuk
unjuk gigi, salah satunya
prestasi dari pasangan
pebulutangkis ganda campuran, Liliyana Natsir & Tantowi Ahmad yang berhasil
meraih medali emas setelah mengalahkan pasangan Malaysia Chan Peng Soon/Goh Liu
Ying, dengan skor 21-14 21-12 pada Olimpiade Musim Panas 2016 lalu.
Akan tetapi, terlepas dari berbagai
penghargaan internasional tersebut, bangsa Indonesia masih harus dihadapkan
kepada masalah pendidikan yang belum sepenuhnya tersentuh oleh pihak
pemerintah. Indonesia boleh berbangga hati dengan segala pencapaian di bidang
pendidikan, baik prestasi akademik maupun non akademik. Tapi di sisi lain,
Indonesia mengalami kesenjangan pendidikan yang cukup serius. Layaknya kesenjangan sosial antara si kaya
dan si miskin, kesenjangan pendidikan di Indonesia sangat terlihat antara anak
– anak di beberapa daerah pelosok yang masih buta huruf dengan anak – anak di
kawasan kota yang sangat beruntung bisa mengenyam pendidikan di bangku sekolah,
bahkan hingga kuliah ke luar negeri.
Jika
dilihat secara global dari dalam negeri, bolehlah dikatakan bahwa perkembangan
pendidikan di Indonesia mengalami peningkatan seiring dengan pesatnya
pertumbuhan penduduk di negeri ini. Akan tetapi, berdasarkan studi dari PISA (Program
of International Student Assesment) yang melakukan pengukuran terhadap
suatu negara yang sudah dikatakan maju atau masih berkembang diukur berdasarkan
kemampuan anak - anak di bidang Matematika, Sains, dan Literasi, Indonesia
menduduki peringkat 64 dari 65 negara. Hampir meraih posisi juru kunci. Selain
itu, salah satu Profesor dari Harvard University, Lant Prichett
menyimpulkan dari hasil penelitiannya, bahwa dibutuhkan waktu selama 128 tahun
untuk pendidikan anak - anak di Jakarta agar setara dengan pendidikan di negara
- negara maju. Hanya dalam ruang lingkup Jakarta saja, dimana banyak anak -
anak pandai yang mampu melanjutkan studi hingga ke luar negeri dilahirkan dari
ibukota negara tersebut. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa pendidikan di Indonesia membutuhkan perhatian dan penanganan khusus, terutama dari
Kemendikbud beserta
jajarannya, pihak yang berwenang dalam bidang pendidikan di
negeri ini.
Menghadapi
situasi seperti itu, pemerintah telah melakukan revolusi terhadap sistem
pendidikan Indonesia. Salah satu tindakan yang diambil pemerintah adalah dengan
merombak kurikulum pendidikan Indonesia, yang semula bernama KTSP kemudian
berganti menjadi K13. Bukan sekedar namanya saja yang berbeda. Kandungan dan
kaidah antara KTSP dengan K13 juga memiliki beberapa hal berbeda yang cukup
signifikan. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merupakan kurikulum yang
telah diterapkan di Indonesia sejak tahun 2006. Sementara K13 (Kurikulum Tahun
2013), seperti namanya kurikulum ini diterapkan mulai tahun 2013 di bawah
naungan Menteri Pendidikan Indonesia saat itu, Muhammad Nuh pada masa
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Secara umum KTSP dan K13 tidak
jauh berbeda dan masih memiliki beberapa kesamaan dalam hal materi dan mata
pelajarannya.
Perombakan
kurikulum tersebut tidak lain adalah bertujuan untuk menjawab tantangan zaman
yang telah memasuki era digital dan teknologi agar siswa diharapkan mampu untuk
bersaing di masa depan secara global. Oleh karena itu, di dalam K13 Kemendikbud
menggalakkan budaya literasi, yaitu budaya membaca 15 menit sebelum KBM
dimulai. Cara tersebut dianggap efektif untuk meningkatkan minat baca anak -
anak Indonesia agar wawasan mereka semakin bertambah. Selain itu, hal baru yang
dimunculkan dari K13 adalah penekanan terhadap pendidikan karakter. K13 tidak
hanya bertujuan menyiapkan siswa dari segi akademik saja, tetapi juga melakukan
pembentukan terhadap karakter siswa dengan memasukkan elemen - elemen
pendidikan karakter dalam kegiatan belajar mengajar. Misalnya kegiatan
presentasi akan meningkatkan ketrampilan siswa dalam pengolahan bahasa serta
pembentukan mental untuk menyampaikan aspirasi kepada publik. Karakter siswa
juga akan dibentuk melalui kegiatan praktek langsung di lapangan sebagai
implementasi dari teori - teori yang diperoleh dalam kelas. Salah satu kegiatan
belajar yang sangat menonjol dalam penerapan K13 sebagai pembentukan karakter
siswa adalah kegiatan diskusi. Mengapa diskusi penting ? Dalam kegiatan ini
karakter siswa dibentuk untuk dilatih agar mampu menyelesaikan masalah secara
musyawarah dan berani beradu opini dalam penyelesaian masalah tersebut. Selain
itu, kepribadian siswa untuk bersikap santun dalam berbicara baik saat diskusi
antar siswa maupun dengan guru sangat dilatih dalam kegiatan ini, begitu pula
sikap saling menghormati dan mengharhai pendapat orang lain.
Namun
akhir - akhir ini, pendidikan Indonesia cukup tertampar dengan adanya tindak
kekerasan yang dilakukan oleh murid terhadap guru. Salah satu contoh yang
tengah viral saat ini adalah kisah Pak Guru Budi yang harus meregang nyawa di
tangan muridnya sendiri. Seperti yang telah diberitakan di berbagai media
publik baik cetak maupun digital, Pak Guru Budi mengalami penganiayaan fisik
yang dilakukan oleh muridnya sendiri. Boleh dibilang alasannya klasik. Tak
terima di peringatkan di hadapan satu kelas, pelampiasan amarah diungkapkan
dengan perlakuan fisik. Tindakan tersebut secara langsung telah menunjukkan
pelanggaran dari
kaidah pendidikan karakter dalam K13 yang sering ditempakan kepada siswa di
dalam kelas maupun di lingkungan sekolah.
Lalu,
dalam perwujudan seperti apakah
penerapan pendidikan karakter yang diperoleh dari tekunnya belajar
di sekolah? Bagaimana implementasi nilai - nilai moral yang banyak digembor -
gemborkan sebagai keunggulan K13?
Pelanggaran moral terhadap pendidikan
karakter tidak hanya terjadi dalam kasus Pak Guru Budi saja, contoh konkrit
yang sampai saat ini masih sangat mudah di temukan di berbagai kalangan pelajar
adalah tawuran. Dengan mengusung moto dan prinsip solidaritas antar
kawan, tawuran menjadi suatu hal yang wajar dilakukan sebagai tindakan balas
dendam. Sudah menjadi rahasia umum apabila istiah "geng" sangat
lumrah ditemukan di kalangan pelajar. Semboyan "senggol bacok"
nampaknya sangat
dijunjung oleh oknum - oknum pelajar tersebut, yang apabila salah seorang
anggota dari geng mereka merasa dihina atau diperlakukan tidak sesuai dengan
keinginan, maka "sajam" lah yang pertama kali akan diangkat tinggi -
tinggi. Bahkan tak jarang
fenomena “klithih” yang sangat meresahkan masyarakat akhir – akhir ini
didalangi oleh segerombolan oknum pelajar yang kian brutal dengan aksinya.
Lalu dibawa kemanakah nilai - nilai
pendidikan karakter yang selalu ditimba di sekolah? Dimana mereka
"mengantongi" ilmu - ilmu tersebut?
Faktanya,
praktek penyelewengan nilai moral dalam pendidikan karakter yang paling
menonjol saat ini adalah pembelian kunci jawaban UN di kalangan pelajar
Indonesia. Bukan sekedar penyelewengan pendidikan karakter, tetapi sekaligus
pelanggaran nilai - nilai moral yang terkandung dalam Pancasila, khususnya sila
ke-2, "kemanusiaan yang adil dan beradab". Dengan iming - iming
mendapatkan kunci jawaban UN dan tidak perlu repot - repot belajar untuk
menghadapi UN, oknum penjualnya mematok harga tinggi untuk satu mapel saja.
Seharusnya, siswa berfikir
berulang kali dengan mempertimbangkan berbagai faktor untuk menerima tawaran
tersebut. Pertama, tindakan tersebut merupakan tindakan yang sangat buruk
dengan bersikap curang terhadap orang lain maupun diri sendiri. Kurangnya rasa
percaya diri terhadap diri sendiri memicu keinginan siswa untuk mencari jalan
pintas tersebut.
Kedua, Ujian Nasional Berbasis Komputer yang saat ini semakin diperluas dalam
hal prakteknya telah
menerapkan konsep kode soal setiap mapel UN untuk masing - masing user.
Artinya, siswa akan dihadapkan dengan soal yang berbeda dengan siswa lainnya
meskipun dalam satu ruangan yang sama, yamg otomatis jawaban masing - masing
soal tersebut berbeda - beda tergantung kode soalnya. Lalu, bagaimana siswa
masih bisa percaya dengan kunci jawaban obralan yang dibandrol dengan harga
fantastis tersebut ? Faktor ketiga adalah resiko yang harus ditanggung di
kemudian hari apabila kunci jawaban tersebut memang hanya dibuat secara asal -
asalan dan sama sekali tidak mampu membantu siswa untuk mendapatkan nilai
tinggi seperti yang diharapkan. Bukan hanya tentang berapa nominal digit yang
harus melayang sia - sia, tetapi juga tentang akan seperti apa kekecewaan yang
dialami orangtua jika mengetahui tindakan curang yang dilakukan anak - anaknya.
Dan pada akhirnya, resiko terbesar harus ditanggung oleh siswa tersebut secara
pribadi, katakanlah tidak lulus UN, walaupun UN bukan satu - satunya penentu
kelulusan siswa, namun nilai UN turut andil dalam menentukan lulus atau tidaknya seorang siswa. Dan
penyesalan seperti apakah yang harus ditanggung oleh siswa tersebut dengan
menggadaikan kemampuan hanya peda selembar kunci jawaban tak bertanggung jawab
?
Dari berbagai fakta - fakta yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia masih sangat
memerlukan pembenahan dan evaluasi terhadap sistem pendidikan berbasis K13
sebagai cerminan dari penguatan pendidikan karakter, sehingga dapat
meminimalisir dan mencegah terjadinya kembali resiko - resiko terburuk dari
pelanggaran nilai moral pendidikan karakter seperti pada kasus Pak Guru Budi. Selain
itu, pihak pemerintah diharapkan mampu mengusahakan pemerataan pendidikan
termasuk bagi anak - anak yang tinggal di daerah pelosok bagian negeri ini agar
kesenjangan pendidikan yang sebelumnya telah dijelaskan dapat minimalkan dan
dikendalikan dalam upaya menyiapkan putra bangsa yang mampu bersaing di tingkat
internasional.
Okee reader sekian dulu Catatan Artikel Ana kali ini. Next insyaAllah bakalan posting artikel lain dengan tema berbeda - beda. Stay tune ya!!
Komentar
Posting Komentar